Selamat datang ke blog ini

Saturday, November 7, 2009

##-Masa-##

Nikmat waktu adalah nikmat yang sangat besar, akan tetapi banyak orang yang menyia-nyiakannya dengan menghabiskan untuk keperluan yang kurang penting atau bahkan sia-sia. Berikut sekelumit potret kehidupan para ulama dalam memaksimalkan waktu untuk amal-amal ketaatan.






Ibnu Mas’ud
Beliau salah seorang sahabat yang mulia, beliau pernah berkata, “Aku belum pernah menyesali sesuatu seperti halnya aku menyesali tenggelamnya matahari, dimana usiaku berkurang, namun amal perbuatanku tidak juga bertambah”


Amir bin Abdi Qais
Beliau seorang tabi’in yang zuhud. Ada seorang pria berkata kepadanya, “Berbincang-bincanglah denganku”. Amir bin Abdi Qais menjawab, “Tahanlah matahari” Artinya, “Cobalah hentikan perputaran matahari, jangan biarkan ia berputar, baru aku akan berbincang-bincang denganmu. Karena sesungguhnya waktu ini senantiasa merayap dan bergerak maju, dan setelah berlalu ia tak akan kembali lagi. Maka kerugian akibat tak memanfaatkan waktu adalah jenis kerugian yang tidak dapat diganti atau dicarikan kompensasinya. Karena setiap waktu membutuhkan amal perbuatan sebagai isinya”

Muhammad bin Suhnun (202 H-256 H)
Al-Maliki menuturkan, “Muhammad bin Suhnun memiliki seorang sariyyah, budak wanita milik sendiri- yang bernama Ummu Mudam. Suatu hari ia bertandang ke rumahnya. Saat itu beliau sibuk menulis buku di malam hari. Datanglah saat santap malam. Budak itu meminta ijin masuk kamarnya, “Saya sedang sibuk’, ujar Muhammad.

Karena terlalu lama menunggu, maka sang budak menyuapkan makanan itu ke mulut Beliau sampai Beliau mengunyahnya. Hal itu berlangsung lama, dan Beliau tetap dalam kondisi demikan, hingga datang waktu shalat subuh.

“Maaf, aku sangat sibuk sehingga melupakanmu tadi malam wahai Ummu Mudam.Tolong berikan makanan yang engkau tawarkan tadi malam!” Tuanku, demi Allah, aku sudah menyuapkannya ke mulutmu”, ujar budak itu heran. “Lho, kok aku tidak merasakannya?”, tanya Muhammad lebih heran lagi







Al-Hakim (Wafat 334 H)
Abu Abdillah bin Al-Hakim Asy-Syahid, putra beliau menuturkan tentang Bapaknya, “Beliau adalah orang yang gemar berpuasa Senin dan Kamis, dan tidak pernah meninggalkan shalat malam saat bepergian dan saat tidak bepergian. Bila duduk, maka pena, buku dan tinta selalu berada ditangannya. Beliau adalah menteri pembantu Sulthan. Ia bisa memberikan izin bertemu Sulthan bila orang itu belum mendapatkan izin. Kemudian beliau sibuk menyusun tulisan ilmiah. Bila sudah demikian, maka orang yang masuk menemuinya pasti hanya berdiri saja. Hal itu dikeluhkan oleh Abul Abbas bin Hammuyah, ‘Kami biasa masuk menemui Beliau, tapi Beliau tidak menyapa kami sedikitpun. Beliau hanya mengambil pena dengan tangannya sendiri, dan membiarkan kami berdiri di pojok rumahnya’.”

Al-Hakim Abu Abdillah Al-Hafizh, penulis Al-Mustadrak, menceritakan, “Aku pernah hadir pada pengajian malam saat Al-Hakim Abul Fadhal mendiktekan hadits. Tiba-tiba masuk Abu Ali bin Abu Bakar bin Al-Muzhaffa, seorang amir. Ia berdiri di dekat Beliau, namu Beliau tak sedikitkpun bergeming dari tempatnya. Kemudian beliau memaksanya keluar dari pintu depan., ‘Hai Amir, pergi saja, hari ini bukan giliran Anda!’”

Begitulah sebagian potret kehidupan ulama dalam memanfaatkan waktu, bagaimana dengan kita?

Sumber: Sungguh Mengagumkan Manajemen Waktu Para Ulama, Syaikh Abdul Fattah. Penerbit: Zam-Zam

No comments:

Post a Comment